HERACLITOS
Heraclitos lahir di Efesus, kira-kira pada
tahun 540 SM. Ia sering pula dijuluki sebagai “si gelap” akibat karakternya, di
mana ia begitu mengagungkan keningratannya dan sering mengasingkan diri dari
publik. Ia sebenarnya mewariskan pada kita ribuan fragmen. Banyak dari
fragmen-fragmennya itu bisa sampai pada kita saat ini berkat kerja keras dua
Bapak Gereja yakni Clement dari Alexandria yang melihat Herakleitos sebagai
nabi pagan dan Hippolytus dari Roma yang menganggapnya sebagai ayah spiritual
dari Monarki Noetus yang bid’ah (Barnes, 1982). Ini mengakibatkan banyak
sarjana yang membaca fragment-fragment Herakleitos dengan hati-hati dan
berusaha untuk melepaskan teks-teks itu dari pengaruh pandangan Kristen Awal
dan juga aliran filsafat Stoa.
Heraclitos bahkan mungkin pernah menulis
buku karena ada sebuah anekdot dari Diogenes Laertius yang bercerita bahwa
setelah Euripidies menyerahkan sebuah kopian buku Herakleitus pada Socrates dan
bertanya tentang pandangan Sokrates atas buku itu, Sokrates menjawab: “apa yang
saya pahami ini sangat bagus; dan apa yang saya tak mengerti pun sangat bagus
juga. Tetapi dibutuhkan seorang penyelam Delian untuk mendapatkan dasar makna
tulisan ini”. Fragmen ini menggambarkan bagaimana tulisan Heraclitos (maka
juga pemikirannya) sulit dipahami, bahkan oleh Sokrates sekalipun.
Pemikiran Heraclitos
1) Segala Sesuatu Mengalir
Pemikiran Herakleitos yang paling
terkenal adalah mengenai perubahan-perubahan di alam semesta. Menurut
Herakleitos, tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau
permanen. Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya
berada di dalam proses menjadi. Ia terkenal dengan ucapannya panta
rhei kai uden menei yang berarti, "semuanya mengalir dan tidak ada
sesuatupun yang tinggal tetap."
2) Logos
Segala sesuatu yang terus berubah
di alam semesta dapat berjalan dengan teratur karena adanya logos.
Pandangan tentang logos di sini tidak boleh disamakan begitu saja dengan
konsep logos pada mazhab Stoa. Logos adalah rasio yang
menjadi hukum yang menguasai segala-galanya dan menggerakkan segala sesuatu,
termasuk manusia Logos juga dipahami sebagai sesuatu yang material,
namun sekaligus melampaui materi yang biasa. Hal ini disebabkan pada masa itu,
belum ada filsuf yang mampu memisahkan antara yang rohani dan yang materi.
3) Segala Sesuatu Berlawanan
Menurut Herakleitos, tiap benda
terdiri dari yang berlawanan. Meskipun demikian, di dalam perlawanan
tetap terdapat kesatuan. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa 'yang satu adalah
banyak dan yang banyak adalah satu. Anaximines juga memiliki pandangan seperti ini, namun
perbedaan dengan Herakleitos adalah Anaximenes mengatakan pertentangan tersebut
sebagai ketidakadilan, sedangkan Herakleitos menyatakan bahwa pertentangan yang
ada adalah prinsip keadilan. Kita tidak akan bisa mengenal apa itu
'siang' tanpa kita mengetahui apa itu 'malam'. Kita tidak akan
mengetahui apa itu 'kehidupan' tanpa adanya realitas 'kematian'. Kesehatan juga
dihargai karena ada penyakit. Demikianlah dari hubungan pertentangan seperti
ini, segala sesuatu terjadi dan tersusun. Herakleitos menegaskan
prinsip ini di dalam kalimat yang terkenal: "Perang adalah bapak segala
sesuatu." Perang yang dimaksud di sini adalah pertentangan.