KERAJAAN MALAKA
A.
Sejarah
Kerajaan Malaka
Letak
Kerajaan Malaka diperkirakan berada di Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka.Kerajaan
Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Parameswara berasal
dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut
agama Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh
akibat diserang Majapahit. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat
penduduk asli dari Suku Laut yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih
kurang tiga puluh keluarga.
Raja
dan pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan
yang jauh lebih tinggi, karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat
asli. Kemudian, bersama penduduk asli tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka
menjadi sebuah kota yang ramai. Selain menjadikan kota tersebut sebagai pusat
perdagangan, rombongan pendatang juga mengajak penduduk asli menanam tanaman
yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan
rempah-rempah.
Rombongan
pendatang juga telah menemukan biji-biji timah di daratan. Dalam
perkembangannya, kemudian terjalin hubungan perdagangan yang ramai dengan
daratan Sumatera. Salah satu komoditas penting yang diimpor Malaka dari
Sumatera saat itu adalah beras. Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam
memenuhi kebutuhan beras ini, karena persawahan dan perladangan tidak dapat
dikembangkan di Malaka. Hal ini kemungkinan disebabkan teknik bersawah yang
belum mereka pahami, atau mungkin karena perhatian mereka lebih tercurah pada
sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang mereka miliki.
Berkaitan
dengan asal usul nama Malaka, bisa dirunut dari kisah berikut. Menurut Sejarah
Melayu (Malay Annals) yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun 1565, Parameswara
melarikan diri dari Tumasik, karena diserang oleh Siam. Dalam pelarian
tersebut, ia sampai ke Muar, tetapi ia diganggu biawak yang tidak terkira
banyaknya. Kemudian ia pindah ke Burok dan mencoba untuk bertahan disitu, tapi
gagal. Kemudian Parameswara berpindah ke Sening Ujong hingga kemudian sampai di
Sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak di pesisir pantai. Orang-orang
Seletar yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta Parameswara menjadi
raja. Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam perburuan tersebut,
ia melihat salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor pelanduk. Ia
sangat terkesan dengan keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia sedang
berteduh di bawah pohon Malaka. Maka, kawasan tersebut kemudian ia namakan
Malaka.
B.
Masa
Kejayaan Kerajaan Malaka
Sebagai
salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh
para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam
perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam
pada tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam
kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang
ikut masuk Islam.
Selanjutnya,
Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga
mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477).
Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam.
Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama
Islam. Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan
antarkeluarga.
Malaka
juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal di
Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa,
secara tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah
Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat,
Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina Selatan).
Dalam
masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah berikut:
a)
Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor,
Kelantan, Trenggano, dan sebagainya).
b)
Daerah Kepulauan Riau.
c)
Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
d)
Brunai dan Serawak.
e)
Tanjungpura (Kalimantan Barat).
Sedangkan
daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah sebagai berikut.
a)
Indragiri
b)
Palembang
c)
Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan
Bunguran
C.
Kondisi
Politik, Sosial Budaya dan Ekonomi
1. Kehidupan
Politik
Dalam
menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut
paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang
dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan
melalui hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan.
Politik
ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka. Dua
kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan Majapahit.
Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan besar ini.
Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian
menikah dengan salah seorang putri Majapahit. Sultan-sultan yang memerintah
setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan politik
bertetangga baik tersebut.
2. Kondisi
Sosial Budaya
Pada kehidupan budaya, perkembangan seni
sastra Melayu mengalami perkembangan yang pesat seperti munculnya karya-karya
sastra yang menggambarkan tokoh-tokoh kepahlawanan dari Kerajaan Malaka seperti
Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat.
Sedangkan kehidupan sosial Kerajaan
Malaka dipengaruhi oleh faktor letak, keadaan alam dan lingkungan wilayahnya.
Sebagai masyarakat yang hidup dari dunia maritim, hubungan sosial masyarakatnya
sangatlah kurang dan bahkan mereka cenderung mengarah ke sifat-sifat
individualisme. Kelompok masyarakat pun bermunculan, seperti adanya golongan
buruh dan majikan.
3. Kondisi
Ekonomi
Malaka memungut pajak penjualan, bea
cukai barang-barang yang masuk dan keluar, yang banyak memasukkan uang ke kas
negara. Sementara itu, raja maupun pejabat-pejabat penting memperoleh upeti
atau persembahan dari pedagang yang dapat menjadikan mereka sangat kaya.
Suatu hal yang penting dari Kerajaan
Malaka adalah adanya undang-undang laut yang berisi pengaturan pelayaran dan
perdagangan di wilayah kerajaan. Untuk mempermudah terjalinnya komunikasi antar
pedagang maka bahasa Melayu (Kwu-lun) dijadikan sebagai bahasa perantara.
D.
Raja-raja
yang Memerintah Kerajaan Malaka
Raja
– raja yang memerintah Kerajaan Malaka antara lain :
a)
Iskandar Syah (1396-1414 M)
Pada
abad ke-15 M, di Majapahit terjadi perang paregreg yang mengakibatkan
Paramisora (Parameswara) melarikan diri bersama pengikutnya dari daerah
Blambangan ke Tumasik (Singapura), kemudian melanjutkan perjalanannya sampai ke
Semenanjung Malaya dan mendirikan Kp. Malaka
Secara
geografis, posisi Kp. Malaka sangat strategis, yaitu di Selat Malaka, sehingga
banyak dikunjungi para pedagang dari berbagai Negara terutama para pedagang
Islam, sehigga kehidupan perekonomian Kp. Malaka berkembang pesat,
Untuk
meningkatkan aktivitas perdagangan di Malaka, maka Paramisora menganut agama
Islam dan merubah namanya menjadi Iskandar Syah, kemudian menjadikan Kp. Malaka
menjadi Kerajaan Islam.
Untuk
menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan kepada Kaisar
China dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M).
b) Muhammad Iskandar Syah (1414-1424 M)
Merupakan
putra dari Iskandar Syah, pada masa pemerintahannya wilayah kekuasaan Kerajaan
Malaka diperluas lagi hingga mencapai seluruh Semenanjung Malaya.
Untuk
menjadi Kerajaan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur pelayaran dan
perdagangan di Selat Malaka, maka harus berhadapan dengan Kerajaan Samudera
Pasai yang kekuatannya lebih besar dan tidak mungkin untuk bisa dikalahkan,
maka dipilih melalui jalur politik perkawinan dengan cara menikahi putri
Kerajaan Samudera Pasai, sehingga cita-citanya dapat tercapai.
c)
Mudzafat Syah (1424-1458 M)
Setelah
berhasil menyingkirkan Muhammad Iskandar Syah, ia kemudian naik tahta dengan
gelar sultan (Mudzafat Syah merupakan raja Kerajaan Malaka yang pertama
bergelar Sultan).
Pada
masa pemerintahannya, terjadi serangan dari Kerajaan Siam (serangan dari darat
dan laut), namun dapat digagalkan.
Mengadakan
perluasan wilayah ke daerah-daerah yang
berada di sekitar Kerajaan Malaka seperti Pahang, Indragiri dan Kampar.
d) Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M)
Merupakan
putra dari Sultan Mudzafat Syah.Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka
mencapai puncak kejayaan sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam
di Asia Tenggara.
Puncak
kejayaan dicapai berkat Sultan Mansyur Syah meneruskan politik ayahnya dengan
memperluas wilayah kekuasaanya, baik di Semananjung Malaya maupun di wilayah
Sumatera Tengah (Kerajaan Siam berhasil ditaklukan). Raja Siam tewas dalam pertempuran , tetapi putra
mahkotanya ditawan dan dikawinkan dengan putri sultan sendiri kemudian diangkat
menjadi raja dengan gelar Ibrahim. Indragiri mengakui kekuasaan Malaka.
Kerajaan
Samudera Pasai, Jambi dan Palembang tidak serang karena menghormati Majapahit
yang berkuasa pada waktu itu, selain itu Kerajaan Aru juga tetap sebagai
kerajaan merdeka.
Kejayaan
Kerajaan Malaka tidak lepas dari jasa Laksamana Hang Tuah yang kebesarannya
disamakan dengan kebesaran Patih Gajah Mada dari Kerajaan Mahapahit. Cerita
Hang Tuah ditulis dalam sebuah Hikayat, Hikayat Hang Tuah.
e) Sultan Alaudin Syah (1477-188 M)
Merupakan
putra dari Sultan Mansyur Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka
mulai mengalami kemunduran, satu persatu wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka
mulai melepaskan diri. Hal ini disebabkan oleh karena Sultan Alaudin Syah bukan
merupakan raja yang cakap.
f) Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M)
Merupakan
putra dari Sultan Alaudin Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka
merupakan kerajaan yang sangat lemah, wilayah kekuasaannya meliputi sebagian
kecil Semenanjung Malaya, hal ini menambah suram kondisi Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1511 M, terjadi serangan dari
bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Alberquerque dan berhasil Merebut
Kerajaan Malaka. Akhirnya Malaka pun jatuh ke tangan Portugis.
E.
Keruntuhan
Kerajaan Malaka
Malaka runtuh akibat serangan Portugis
pada 24 Agustus 1511, yang dipimpin oleh Alfonso
de Albuquerque. Sejak saat itu, para keluarga kerajaan menyingkir ke negeri
lain.Serangan dimulai pada 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus
1511. Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke Bintan dan mendirikan ibukota baru
di sana. Pada tahun 1526 Portugis membumihanguskan Bintan, dan Sultan kemudian
melarikan diri ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian. Usia Malaka
ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad. Sebenarnya, pada tahun 1512,
Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati Unus menyerang Malaka, namun gagal
merebut kembali wilayah ini dari Portugis. Sejarah Melayu tidak berhenti sampai
di sini. Sultan Melayu segera memindahkan pemerintahannya ke Muara, kemudian ke
Pahang, Bintan Riau, Kampar, kemudian kembali ke Johor dan terakhir kembali ke
Bintan. Begitulah, dari dahulu bangsa Melayu ini tidak dapat dipisahkan.
Kolonialisme Baratlah yang memecah belah persatuan dan kesatuan Melayu.
DAFTAR PUSTAKA
Darsono & Ibrahim, T. 2009. Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Tiga Serangkai.
Laily, Nurul. 2008. Buku
Ajar :Sejarah Kebudayaan Islam. Solo: Putra Kertonatan.
http://www.warnetgadis.com/2015/11/kerajaan-malaka-sejarah-masa-kejayaan.html diakses pada tanggal 21 September 2016 jam 19.00.
http://alinayah-sukabumi.blogspot.co.id/2011/10/kerajaan-malaka.html diakses pada tanggal 21 September 2016 jam
19.00.
http://muhnoviyanto.blogspot.com/2013/03/makalah-sejarah_6332.html diakses pada tanggal 21 September 2016 jam
19.00.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Melaka diakses pada tanggal 21 September 2016 jam
19.00.