Classical Conditioning dan Operant Conditioning pada Teori Behavioristik
Classical Conditioning (pengkondisian klasik) di kemukakan oleh
seorang psikolog Rusia bernama Ivan Pavlov. Pengkondisian klasik adalah tipe
pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau
mengasosiasikan stimuli. Dalam hal ini stimuli netral diasosiasian dengan
stimulus yang bermakna dan menimbulkan kapasitas untuk mengeluarkan respon yang
sama. Tedapat dua tipe stimuli dan dua tipe respon, yaitu: unconditioned stimulus (US), unconditioned response (UR), conditioned
stimulus (CS), dan conditioned response (CR). Classical conditioning merupakan kemampuan merespon stimulus baru
berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara berulang – ulang. Dalam classical
conditioning terdapat prinsip continguity
yang sangat berperan penting yang berbunyi, “kapanpun terdapat dua alat indra
terjadi secara bersama-sama dan berulang kali, maka keduanya saling berkaitan.
akhirnya bila hanya satu dari stimulus terjadi, maka yang lainnya ikut merespon
sebagai perwujudannya terjadilah suatu jawaban yang otomatis. Misalnya ketika
mata kita terkena debu atau kotoran lainnya yang berasal sari udara, secara
refleks kita akan langsung menutup mata. Contoh lainnya ketika tangan kita
terkena api atau dekat dengan api, secara serentak pasti tangan kita akan
langsung menghindar dari api tersebut.
Prinsip Classical conditioning tidak begitu saja
dapat digunakan, melainkan terdapat beberapa petunjuk untuk menggunakannya.
Pertama, mengkaitkan kejadian yang positif dan menyenangkan dalam tugas
belajar. Misalnya agar proses pembelajaran dalam kelas tidak membosankan,
sesekali seorang guru mengadakan sejenis permainan kelompok untuk
merileksasikan sejenak pikiran siswa. Dengan permainan ini proses belajar akan
lebih menyenangkan dan tentunya siswa akan lebih semangat untuk belajar.
Kedua,
memberikan bantuan kepada siswa secara sukarela kepada siswa untuk menghadapi
situasi yang penuh kecemasan. Misalnya seorang anak yang pemalu, diberi
tanggung jawab untuk memimpin berdoa di depan kelas. Selain memimpin doa,
berikan kesempatan kepadanya untuk kegiatan yang sama di depan kelas. Hal itu
bisa membantu anak tersebut untuk melatih mentalnya agar menjadi lebih baik dan
percaya diri.
Ketiga,
membantu siswa mengenal perbedaan dan kesamaan antara situasi yang dapat mereka
diskriminasikan dan simpulkan secara tepat. Misalnya seorang guru memberi
pengarahan kepada siswa kalau diberi sesuatu barang dari orang yang belum
dikenal seharusnya tidak mau menerimanya. Karena kemungkinan orang tersebut
dapat berbuat yang tidak baik kepada kita.
Operant Conditioning (pengkondisian operant) adalah sebentuk
pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan
perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. percobaan yang
dilakukan oleh Skinner, dilakukan pada seekor tikus yang di masukkan dalam
boxs, yang disebut skinner's box.
Pada awalnya
penelitian mengenai operant conditioning
dilakukan oleh E.I. Thorndike. Namun penelitian yang dilakukan oleh Skinner
lebih sederhana dan lebih dapat diterima secara luas.
Maksud dari
pengkondisian ini yaitu proses pembeljaran dimana seseorang secara sadar
terlibat dan aktif bertindak pada lingkungannya dalam mencapai suatu tujuan
tertentu. Operant conditing adalah
belajar dalam hal perilaku otomatis diperkuat atau diperlemah oleh konsekuensi
atau tujuan (Santrock and Yussen, 1992).
Prinsip Classical conditioning tidak begitu saja
dapat digunakan, melainkan terdapat beberapa petunjuk untuk menggunakannya.
Pertama, mengkaitkan kejadian yang positif dan menyenangkan dalam tugas
belajar. Misalnya agar proses pembelajaran dalam kelas tidak membosankan,
sesekali seorang guru mengadakan sejenis permainan kelompok untuk
merileksasikan sejenak pikiran siswa. Dengan permainan ini proses belajar akan
lebih menyenangkan dan tentunya siswa akan lebih semangat untuk belajar.
Kedua,
memberikan bantuan kepada siswa secara sukarela kepada siswa untuk menghadapi
situasi yang penuh kecemasan. Misalnya seorang anak yang pemalu, diberi
tanggung jawab untuk memimpin berdoa di depan kelas. Selain memimpin doa,
berikan kesempatan kepadanya untuk kegiatan yang sama di depan kelas. Hal itu
bisa membantu anak tersebut untuk melatih mentalnya agar menjadi lebih baik dan
percaya diri.
Ketiga,
membantu siswa mengenal perbedaan dan kesamaan antara situasi yang dapat mereka
diskriminasikan dan simpulkan secara tepat. Misalnya seorang guru memberi
pengarahan kepada siswa kalau diberi sesuatu barang dari orang yang belum
dikenal seharusnya tidak mau menerimanya. Karena kemungkinan orang tersebut
dapat berbuat yang tidak baik kepada kita.
Pada
dasarnya pengukuhan itu komplek. Secara sederhana pengukuhan dibedakan menjadi
pengukuhan positif yang sifatnya ditambahkan atau diperoleh dan pengukuhan
negatif yang sifatnya dikurangi, ditolak atau dijauhi. Anatar kedua pengukuhan
ini sulit dipahami karena keduanya melibatkan stimulus yang berlawanan dan
tidak menyenangkan. Perlu kita cermati bahwa pengukuhan negatif juga dapat
meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku, sementara itu hukuman menurunkan
kemungkinan munculnya respon.
Terdapat
beberapa susunan yang dapat meningkatkan efektivitas pengukuhan.
A.
Yang pertama
yaitu interval waktu. Belajar lebih efektif dalam operant conditioning karena
interval stimulus dan responnya sangat singkat (perilaku otomatis),
dibandingkan classical conditioning (perlu proses yang tidak dapat secara
otomatis).
B.
Yang kedua
yaitu pembentukan. Dengan pembentukan diharapkan dapat mengembangkan perilaku
individu yang dikehendaki. Misalnya terdapat aturan bahwa anak yang baru
pertama masuk sekolah diharapkan cepat mengambil tempat duduk dan duduk dengan
tenang.
C.
Yang ketiga
yaitu penjadwalan pengukuhan. Penjadwalan pengukuhan menentukan kejadian suatu
respon yang akan dikukuhkan. Penjadwalan sepenuhnya berdasarkan interval waktu
dan frekuensi perilaku secara spesifik. Yang keempat yaitu pengukuhan primer
dan sekunder. Pengukuhan primer menggunakan pengukuhan dalam memuaskan diri
sendiri tanpa melalui belajar dari lingkungan, sdangkan pengukuhan sekunder
mendapatkan nilai positif melalui pengalaman yang dapat dipelajari (bersifat
kondisional).
Prinsip
ketiga dalam teori behavioral yaitu Pembentukan Kebiasaan. Presentasi dalam
pembentukan kebiasaan terjadi berulang-ulang. Misalnya kebiasaan seorang bayi
yang ingin minum susu. Si bayi akan memasukkan tangan ke mulutnya dan akan
berhenti ketika bayi tersebut telah mendapatkan ASI dari ibunya.
Prinsip yang
terakhir atau yang keempat dalam teori behaviorial yaitu Peniruan (Imitation). Imitasi
atau peniruan terjadi ketika anak – anak belajar perilaku baru dengan melihat
orang lain bertindak. Dalam beberapa hal imitasi membutuhkan waktu yang lebih
sedikit daripada operant conditioning. Selain itu pada operant conditioning
hanya memberikan pembelajaran yang terbatas dan mengabaikan situasi penting
terutama pada pengaruh social terhadap belajar.